21 Jun 2009

BABI BERSIN


semalam aku lihat bunga plastik tumbuh di hidungmu
ia terus tumbuh oleh air matamu
aku tak tahu bunga dan air mata itu untuk apa

esoknya kudapati bunga plastik itu meleleh di mataku yang mendidih
dokter bilang ada babi menerkam orang-orang yang tidur nyenyak di hidungku
babi itu kentut mengenaimu
mengejutkan bunga-bunga plastik yang kau rangkai dengan mata gemetar

sekarang babi itu melayat untukku membawa bunga plastik darimu

30 April 2009

gambar dari sini

11 Jun 2009

aku bukan puisi

: pledoi puisi*

aku bukan puisi, katamu
ketika kutanya kau apa matamu itu kata-kata

aku juga bukan puisi, kataku
ketika kau bilang tubuhku beralinea berlekuk cium
tapi terbuntal telanjang tanpa kata

apa kalian puisi, tanya mereka
ya, kami puisi, jawab kau dan aku
sambil mengemasi kata-kata yang belum selesai jadi puisi

28 April 2009

*pledoi puisi: judul puisi Teguh Trianton sekaligus dijadikan judul kumpulan puisi yang diterbitkan Taman Budaya Jawa Tengah



9 Jun 2009

Teliti Bahasa: Menengok Bahasa Iklan Teater Cermin Surakarta

Judul "Teliti Bahasa" di atas adalah salah satu rubrik dari buletin sastra Ben! (Jogja) yang kini sudah tak terbit lagi. Rubrik ’teliti bahasa’ dalam buletin pimpinan Muram Batu tersebut membicarakan persoalan kesalahan persepsi tentang penggunaan bahasa sehari-hari masyarakat. Pentas teater Cermin Surakarta (8/6) di Teater Arena TBJT kemarin mengingatkan saya pada rubrik ’teliti bahasa’ tersebut.

Teater Cermin mengangkat naskah yang berjudul Tjitra karya Usmar Ismail dan disutradara oleh Zaenal Huda. Dalam tulisan ini saya tak akan membahas bagaimana pertunjukan itu berlangsung, atau mengkritisi soal penyutradaraan, artistik dan segala macam tetek bengek lain soal ’lakon’, karena memang saya tak berkapasitas untuk itu.

Seperti yang saya bilang sejak awal, saya teringat rubrik teliti bahasa. Sebelum masuk ruang pementasan, saya berniat membeli tiket PERTUNJUKAN tapi ternyata saya menerima KARTJIS PERTOENJOEKAN yang jika dibaca dengan ejaan yang disempurnakan akan menjadi KARCIS PERTUNYUKAN. Saya agak terganggu dengan tulisan tersebut.

Mungkin teater Cermin ingin melakukan sugesti kepada penonton bahkan sebelum pementasan berlangsung dengan cara mempublikasikan tema pertunjukan tersebut, yakni pertunjukan klasik (saya tak menyebut tahun di sini, hanya klasik). Tapi apa yang terjadi? Riset sejarah yang kurang akan menyebabkan tema tersebut menjadi ASAL KLASIK.

Penggunaan huruf ’J’ pada kata PERTOENJOEKAN adalah salah satu contoh kecerobohan. ’J’ yang seharusnya ’DJ’ apakah suatu kesalahan tangan semacam kesalahan mengetik ’makan’ menjadi ’maan’? Kalau memang kesalahan tangan kenapa harus terjadi juga pada kata ’JOENI’ (tanggal dan bulan pada tiket) yang jika dibaca dengan ejaan yang disempurnakan akan menjadi ’YUNI’.
Gambar tiket masuk pementasan Tjitra oleh Teater Cermin Solo

Setahu saya, huruf ’oe’ berganti menjadi ’u’ terjadi lebih awal sebelum huruf ’dj’ menjadi ’j’ (coba tengok merek rokok ’djarum’). Sedangkan pada KARTJIS PERTOENJOEKAN masih menggunakan huruf ’oe’. Tentu saja seharusnya ’j’ juga masih ’dj’.
Mungkin perlu juga suatu riset dilakukan unutk bermain-main soal sejarah. Atau mungkin saya yang salah. Tabik!

GUSMEL RIYADH

Manohara, Ratna Sarumpaet, Ambalat, dan Para TKW

Di televisi, Manohara selalu memenuhi layar yang hanya 15” itu. Aku kepengen lihat Tom & Jerry, menyingkirlah barang sejenak Mano! Kasihan aku yang tak bisa tertawa hari ini. Seharian hanya kau ajak bersedih, berdendam-dendam dengan orang-orang yang tak kukenal dan malas kukenal.
Orang-orang yang lain dan sok berkepentingan dengan peristiwa itu ikut berjubal.
Televisiku semakin tak muat untuk menampung semua orang itu. Kalian pada ngapain sih?

Sementara dari jauh sana, M. Ndoly, seorang kawan teater mengirim SMS kepadaku. Berlembar-lembar, busyet! Kayaknya penting banget nih!
Begini isinya: (plus penjelasan dan editan penulisan)

”Sungguh, sejak Ratna Sarumpaet nanggapi sinis dan curiga dengan tingkah Manohara berefouria atas kebebasannya, aku jadi curiga dengan kedalaman rosonya sebagai orang teater. Dalam pentas Ciut Pas Sesak Pas (naskah Genthong Hsa, dipentaskan oleh teater Gadhang FE UNS Solo), meski tak tersurat dalam naskah, euforia usai dilepasnya tali yang menejerat kaki bertahun-tahun harus divisualkan, meskipun (pengikatan) kaki dulunya atras keinginan para tokoh sendiri. Masalah berapa lama euforia berlangsung adalah relatif-kondisional.
Kini setelah kesaksian seorang ahli forensik tentang Manohara, aku malu, orang teater sekelas Ratna bicara gegabah tanpa telaah.”


Walah mas, mas! Yang namanya aji mumpung, ya to? Mumpung ada yang bisa diganduli untuk tenar, segala macam usaha dilakukan.

Lalu bagaimana kabar Ambalat?
Kemarin-kemarin Ambalat diduga sebagai politik alih perhatian dari masalah dalam negeri. Pertanyaannya: Ngaruh nggak?

Seharusnya itu yang perlu ditanyakan kabar adalah para TKW kita di negeri tetangga. Sudah makan belum? Sudah berdarah belum? Sudah anu belum? Dan segala sudah-sudah yang lainnya.

Mungkin ada baiknya dibentuk kementrian khusus mengurus TKW, dan menterinya adalah Manohara. Biar dia juga sadar, masih banyak perempuan lain yang menjadi (kalau memang benar) korban kekejian negeri tetangga. Biar dia mendapatkan kawan (kalau memang benar) kawan senasib.
Sayangnya para TKW itu tak berduit, jadi hanya sedikit yang bisa tenar seperti Manohara. Dan untuk tenar itu pun, para TKW harus mengalami siksaan yang amat dahsyat, bahkan kematian.
Kasihan.

5 Jun 2009

biografi rasa lapar dan foto keluarga yang terbakar

biografi rasa lapar dan foto keluarga yang terbakar

1
aku berkunjung ke foto keluargamu
ada kue ulang tahun di mata nenekmu
ah, keluargamu sama-sama berulang tahun
mereka sama-sama dilahirkan nenekmu di hari minggu
sebab senin hingga sabtu keluargamu sibuk mati

2
ayahmu mati di tengah laut dimakan rasa lapar
ibumu mati karena biusnya sendiri
kakak perempuanmu mati oleh uang belanja dan impian
kau sendiri mati di pelukanku
tanpa rasa lapar
tanpa jarum suntik
tanpa uang belanja dan impian

3
Kau membakar foto-foto kekasihmu yang tak ada wajahmu
Kau bilang untuk kenangan ketika nanti lapar

4
Aku menjadi foto di ruang tamumu
Kau selalu membentak
setiap kali fotoku terbahak-bahak
melihatmu ganti baju di ruang tamu
“hus, nanti ketahuan suamiku!” katamu

5
Kau sibuk memasang foto-foto lelaki lain di ruang tamumu
Aku merasa risih tiap kali foto-foto itu bertanya pada fotoku
“kau suaminya yang keberapa?”

6
Foto-foto itu kini berubah menjadi kue ulang tahun
Nenekmu tak akan pernah lapar lagi
Ada ayahmu, ibumu, kakakmu dan kau sendiri
Terbakar dalam satu pigura yang bernama mati

25 Mei 2009

GUSMEL RIYADH

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More