10 Apr 2011

Apakah masih boleh aku memanggilmu cinta?

Catatan ini sekaligus hendak memberitahukan kepadamu bahwa aku masih hidup di sebuah tepian senja yang selalu sendu seperti biasa kau tahu itu. Selalu di sebuah pijakan usiamu dari waktu ke waktu. Dan ini tepat kedua puluh kalinya kau berpijak. Dua kali jumlah angka yang sama-sama kita suka.

Apakah masih boleh aku memanggilmu cinta? Begitu pertanyaanku setiap waktu kepadamu. Lalu segera sebelum kau jawab, aku akan lebih dulu menjawabkan jawabanku untukmu, “Tidak!”.
Ya, aku memang selalu tahu atau lebih tepatnya untuk memaksa tahu apa yang melingkar di otakmu itu. Sebab tentu sudah terlalu lama memang otak kita menyatu disamping nafas-nafas kita yang sering terlebih dulu menyatu.
Dan kau tentu akan sangat setuju kalau kau tak lagi mau dipanggil cinta bukan? Katakan saja iya atau kekasihmu itu akan melemparmu ke ujung penantian dan pencarian lagi. Kau dan kehidupanmu sekarang tentu menjadi bukti akurat bahwa jarak kita jauh dari kata lekat. Bahkan semenjak kau memutuskan untuk hengkang dari rumahku di jeraring pertemanan yang labil itu, aku terlanjur mengimaninya menjadi semacam genderang perang.

Tapi bukankah ada baiknya kita mengingat-ingat beberapa peristiwa lucu saat usia kita masih begitu unyu-unyu. Sewaktu kau dan aku selalu mencuri waktu dari guru dan bergegas sembunyi dibalik pintu. Di situ kita saling menceritakan tentang teman kita yang lupa memakai celana, atau teman kita yang lain yang sering kehilangan celana.

Sampai pada suatu ketika aku bilang padamu dengan kalimat yang paling standar sedunia, “Aku yakin kau akan mendapatkan yang lebih baik daripada aku.”
Lalu kau selalu menjawab dengan kalimat yang tak kalah wagu, “Emang ada yang lebih baik?” sambil mendekapkan erat tanganku ke tanganmu.
Maka aku akan menjawab lagi seperti ini, “Emm, yang lebih baik... yang lebih baik... kalau yang lebih mahal banyak!”
Begitu candaku yang selalu wagu, tapi tawa kita pun akan tetap tergelak, memecah rintikan hujan yang kabur dari awan.

Namun percayalah, meski kini kita telah nafas-nafas kita telah menjadi persenyawaan yang lain, kau dan begitu juga aku akan tetap menjadi masa lalu yang paling wagu sekaligus indah. Hehehe

So, jaga nafas kita masing-masing. Cintailah itu meski kau merasa tak ada yang paling wagu daripada aku.

10 April 2011





1 komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR DI BLOG INI. APA YANG ANDA PIKIRKAN SOAL TULISAN SAYA TADI?

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More