27 Apr 2009

sajak untuk tukinem yang bernama keren samantha sinema elektronik













seberapa malam matamu pagi ini hingga ayam berkokok tak mampu menghinggapi jam weker yang membangunkan semak-semak di hari jumatmu yang sepi itu?


ah, orangorang pun tak singgah pada pernikahan petangku, kata mereka: dasar malam! kenapa tak pulang saja kau pada suami pagimu kemarin?

21 April 2009

13 Apr 2009

di sebuah kematian kita bertemu









: Luluk



apa boleh kukatakan bahwa warna bibirmu di kematian itu melipatkan getaran bibirku jauh dari ketika lapar-lapar menjemputku?

dan bolehkah kujawabkan pertanyaanku itu untukmu?
barangkali kau menjawab: iya, bibir ini sedingin salju. dan sengaja kuwarnai dengan ludahku untukmu jika kau mau berkaca.

wow, seindah itukah susunan daging tipis bertautan itu?

lalu kau pun harus percaya, tak disetiap kematian akan kau temui perpisahan, sebab di situ aku menemukan matamu dengan tahi lalat di pipi kananmu.

dasar lalat tak tau ajar,
kau anggap toiletkah kulit mawar perempuan ikal yang melumat mataku itu?
lain waktu kalau bertemu akan kutunjukan surga di wajahnya, sehingga kau akan terlampau dosa telah buang air di sana.

wahai perempuan, hanya jenasah ayah kawanku itu yang tersenyum, selebihnya, para pelayat itu melihatku cemburu atas pertemuan mata kita yang mereka bicarakan.

lalu, apa kau percaya mata ini mendadak beku karena salju dibibirmu itu?

bolehkah kujawabkan sekali lagi pertanyaan itu?
barangkali kau pun menjawab: tidak, matamu tak beku, bibirku yang mencair tertimpuk pandanganmu.

seketika itu juga aku membayangkan kita ada di film Titanic yang terkenal itu. kau terbang berhambur di pelukanku, tertahan sebentar sekedar untuk memandang mataku.
lalu angin laut membuat nafas kita mencair dalam bibir-bibir yang menyatu.

Wonogiri, 12 April 2009

12 Apr 2009

selamat malam rindu

aku sedang mengencani sunyi,
adakah di bagian matamu yang bergambar aku?
dan akan kubawakan kunang-kunang
untuk matamu yang kini kembali biru

Pojok, 12 April 2009

10 Apr 2009

sajak pendek berjudul panjang

tentang pulau dan langit terpendam, di sepuluh jari lentikmu yang kini menjadi delapan belas, dan hitungan itu selalu membuat kacamatamu terlepas di kalendermu ini besama teman-teman yang mengirim ucapan selamat ulang tahun lewat kitab tampang*, yang tak kau rayakan karena langit-langit selalu menggodamu dengan mimpi-mimpi jarum suntik yang berkali-kali kau ceritakan kepadaku dulu

kepada: Haryani

tak ada kejutan, hanya persoalan dan pertanyaan, masih kah kau yang dulu?


10 April 2009,11.00.


* kitab tampang = facebook, istilah ini saya dapatkan dari saut situmorang.

saya telah memungut suara saya sendiri pada saat pemungutan suara


9 APRIL 2009

hal lucu yang tak lucu 1:

pagi2 sekali dering ponsel membangunkanku. Sebuah pesan singkat.dari +6281804408xxx

Begini bunyi smsnya.

"Kawan...kita akn jadi orang penting hari ini,tugas kenegaraan! knapa harus jd bagian golongan putih, sdang kita adlah generasi pelangi yang penuh warna warni."

dengan agak menahan kantuk aku jawab:

"Kawan, pelangi itu warna2nya tak bgitu jelas dan tegas apalagi hanya terlihat bgus ktika jauh,,dan ktika q dekati hanya warna PUTIH yang q dapati..ah,hanya kosong..dan ak memilihnya."

beberapa lama kemudian dia membalas:

"paling tdak jadi golput yg kreatif bung, warnai kertas suaramu dgn puisi...itulah yang akan kulakukan nanti."

dengan segera kubalas sms-nya lagi:
"Ah,kau pun sama tak tegasnya dgn warna2 pelangi it,tak jelas melarang golput malah mengajari menjadi golput yg aneh,ak rasa puisimu nanti hanya d bc anggota kkpps yg ak yakin 100% tak akan membaca dgn lantang di antara warga yang menanti hasil taruhan atas perhitungan suara itu. alias tak digubris sama sekali. Jadi sebaiknya kau simpan puisimu it baik2 ato kirimkan ke media."

tak ada jawaban lagi.

hal lucu yang tak lucu 2:

sepulang dari lari pagi saya mendapati sesuatu di meja komputer saya. Mirip undangan, oh, memang undangan karena di depannya ada tulisan besar UNDANGAN. tapi yang membuat saya nyengir adalah: ternyata itu undangan MENYONTRENG dari salah satu partai dan calegnya lengkap dengan petunjuk bagaimana menyontreng nanti. tentu saja "petunjuknya" itu di arahkan ke NAMA CALEG yang ngasih undangan tersebut.Desain undangan tersebut sangat mirip dengan undangan perkawinan.

Di sebelah undangan tadi saya temukan kertas berisi catatan pesan dari kakak saya (ternyata undangan tadi dititipkan kpd kakak saya karena saya tak ada dirumah)
isi catatan tersbut secara garis besar mengatakan: KALAU SAYA MAMPU MENGERAHKAN ANGGOTA KOMUNITAS SAYA UNTUK MENYONTRENG DIA (caleg tsb), MAKA KEGIATAN KAMI AKAN DI DANAI OLEHNYA..(ah tipuan basi)
kebetulan saya adalah ketua dari suatu komunitas di daerah saya, dan tampaknya caleg itu tahu kalo komunitas saya mau mengadakan kegiatan. Padahal kegiatan kami adalah: PIKNIK. hahahahahahahahaha......

hal lucu yang paling tak lucu 3:
bapak saya adalah ketua KPPS, ibu saya selalu memaksa saya untuk menyontreng ke TPS, dengan alasan, MASAK BAPAKNYA KETUA KPPS ANAKNYA GOLPUT.
dan perlu diketahui juga TPS nya itu cuma beberapa langfkah kaki dari rumah saya.

AKHIRNYA SAYA PUN MEMILIH: UNTUK TIDUR DIRUMAH sampai terbangun dan menulis catatan ini.
bagi saya pribadi: DEMOKRASI di INDONESIA adalah setan yang paling buruk!
dan rasanya aku ingin mendengarkan lagu Iwan fals.

gambar: http://photos-h.ak.fbcdn.net/photos-ak-snc1/v2609/141/28/554828232/n554828232_1656911_8126099.jpg

1 Apr 2009

matamu yang berwarna anu berkaca-kaca, mungkin karna tak berkaca mata (lagi)

Mataku pun tersenyum dan berdetak-detak kencang seperti mau keluar mencium matamu. Entah apa yang sedang dipikirkan mataku saat itu. Sepertinya mereka, mataku dan matamu, pernah saling mengenal. Aku tak mungkin tahu dan menanyakan kepada mataku secara langsung. Tentu bahasa mata dengan bahasa lelaki sepertiku jarang bisa sepaham.



Lalu ada apa sebenarnya dengan matamu itu? Aku bilang matamu kini berwarna anu. Tapi kau bilang warnanya hijau keunguan. Ah, jelas sekali warna matamu itu anu keanuan, itu warna yang pernah kita ciptakan dulu. Warna tentang mata dan kaca. Kaca dan tubuh-tubuh yang terlipat dalam matamu. Tubuh yang tak bernama dan tak berwarna.



Dulu, sewaktu mata kita berjalan-jalan dan meninggalkan kita berdua dalam dingin bulan sebelas, kau selalu membiarkan mulut-mulut kita lepas dan menggunjing tentang kita. Kadang mereka saling senyum, kadang bertengkar, saling menendang, melumat, dan menjatuhkan. Kemudian mulutmu ‘mecucu’, seperti melafalkan huruf u. sedang mulutku manganga. Benar, seperti mengucap huruf a. Lucu ya mulut-mulut kita itu? Katamu, dengan warna mata belum anu seperti sekarang.



Ya, sekarang warna matamu begitu anu semenjak mulut-mulut kita tak saling bercengkerama. Hanya mata kita yang kadang saling menyapa.



1 April 2009

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More