1 Apr 2009

matamu yang berwarna anu berkaca-kaca, mungkin karna tak berkaca mata (lagi)

Mataku pun tersenyum dan berdetak-detak kencang seperti mau keluar mencium matamu. Entah apa yang sedang dipikirkan mataku saat itu. Sepertinya mereka, mataku dan matamu, pernah saling mengenal. Aku tak mungkin tahu dan menanyakan kepada mataku secara langsung. Tentu bahasa mata dengan bahasa lelaki sepertiku jarang bisa sepaham.



Lalu ada apa sebenarnya dengan matamu itu? Aku bilang matamu kini berwarna anu. Tapi kau bilang warnanya hijau keunguan. Ah, jelas sekali warna matamu itu anu keanuan, itu warna yang pernah kita ciptakan dulu. Warna tentang mata dan kaca. Kaca dan tubuh-tubuh yang terlipat dalam matamu. Tubuh yang tak bernama dan tak berwarna.



Dulu, sewaktu mata kita berjalan-jalan dan meninggalkan kita berdua dalam dingin bulan sebelas, kau selalu membiarkan mulut-mulut kita lepas dan menggunjing tentang kita. Kadang mereka saling senyum, kadang bertengkar, saling menendang, melumat, dan menjatuhkan. Kemudian mulutmu ‘mecucu’, seperti melafalkan huruf u. sedang mulutku manganga. Benar, seperti mengucap huruf a. Lucu ya mulut-mulut kita itu? Katamu, dengan warna mata belum anu seperti sekarang.



Ya, sekarang warna matamu begitu anu semenjak mulut-mulut kita tak saling bercengkerama. Hanya mata kita yang kadang saling menyapa.



1 April 2009

3 komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR DI BLOG INI. APA YANG ANDA PIKIRKAN SOAL TULISAN SAYA TADI?

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More