13 Apr 2009

di sebuah kematian kita bertemu









: Luluk



apa boleh kukatakan bahwa warna bibirmu di kematian itu melipatkan getaran bibirku jauh dari ketika lapar-lapar menjemputku?

dan bolehkah kujawabkan pertanyaanku itu untukmu?
barangkali kau menjawab: iya, bibir ini sedingin salju. dan sengaja kuwarnai dengan ludahku untukmu jika kau mau berkaca.

wow, seindah itukah susunan daging tipis bertautan itu?

lalu kau pun harus percaya, tak disetiap kematian akan kau temui perpisahan, sebab di situ aku menemukan matamu dengan tahi lalat di pipi kananmu.

dasar lalat tak tau ajar,
kau anggap toiletkah kulit mawar perempuan ikal yang melumat mataku itu?
lain waktu kalau bertemu akan kutunjukan surga di wajahnya, sehingga kau akan terlampau dosa telah buang air di sana.

wahai perempuan, hanya jenasah ayah kawanku itu yang tersenyum, selebihnya, para pelayat itu melihatku cemburu atas pertemuan mata kita yang mereka bicarakan.

lalu, apa kau percaya mata ini mendadak beku karena salju dibibirmu itu?

bolehkah kujawabkan sekali lagi pertanyaan itu?
barangkali kau pun menjawab: tidak, matamu tak beku, bibirku yang mencair tertimpuk pandanganmu.

seketika itu juga aku membayangkan kita ada di film Titanic yang terkenal itu. kau terbang berhambur di pelukanku, tertahan sebentar sekedar untuk memandang mataku.
lalu angin laut membuat nafas kita mencair dalam bibir-bibir yang menyatu.

Wonogiri, 12 April 2009

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR DI BLOG INI. APA YANG ANDA PIKIRKAN SOAL TULISAN SAYA TADI?

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More