21 Mar 2010

Membangun Monumen Pribadi

Semacam kredo menulis Gusmel Riyadh

“Pada akhirnya saya harus mengatakan bahwa kekuatan puisi hanya berlaku untuk perempuan……”

Seingat saya, sewaktu kelas 2 SMP saya pernah membuat serangkaian bait yang waktu itu saya sebut sebagai puisi. Puisi tersebut saya berikan kepada seorang perempuan. Ya benar, perempuan yang saya cintai meski seringkali kisah cinta anak SMP menjadi olok-olok orang dewasa. Mulai saat itu saya menulis sesuatu yang saya sebut sebagai puisi.

Kenapa saya menyebut puisi sebagai ’sesuatu yang saya sebut’? Karena bagi saya puisi yang saya tulis hanyalah catatan pribadi yang tentunya harus dimasukkan dalam wilayah privasi. Terkadang memang terasa egois. Bahkan Haris Firdaus pernah mengatakan pada salah satu resensinya bahwa puisi saya tak lain hanyalah sebuah biografi pribadi. Saya sangat sependapat akan hal itu.

Saya membagi-bagi hidup saya menjadi beberapa bagian. Diantaranya teater, sastra, komputer, blogging, dan diri saya sendiri. Bagian-bagian hidup saya tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Untuk urusan catatan tentang perempuan maka saya memilih puisi. Berbeda dengan cerpen atau artikel, puisi membebaskan saya untuk mempunyai bahasa sendiri yang orang lain (yang tak terlibat langsung dalam proses penciptaan saya) tak harus mengerti. 

Saya membaca Sutardji sewaktu kelas 2 SMA. Puisi saya waktu itu sangat kental sekali dengan nuansa mantra tapi tetap saja bertema perempuan. Tahun-tahun berikutnya Afrizal, Aan Mansyur, dan Jokpin memberi pengaruh besar terhadap cara saya memperlakukan puisi (baca:perempuan). Mereka penyair muda yang pandai memperlakukan puisi. Namun, belakangan teman saya Wisanggeni menuduh puisi saya terpengaruh Binhad. Terpaksa saya setuju saja.

Di antara peminat sastra, barangkali saya orang yang paling tidak tahu (lebih tepatnya tidak mau tahu) dengan penyair jaman kemerdekaan, reformasi, dan penyair yang ’terbawa masa’ lainnya. Saya lebih suka hal kekinian dan menjadikan masa lalu sekedar sejarah bukan kiblat, menentukan pilihan sendiri dan kadang menjadi pragmatis (untuk urusan puisi). Maka pemahaman saya pada puisi belum sampai pada penggunaan puisi sebagai media kritik sosial sebagaimana penyair lainnya. Saya belum menemukan puisi pada kekuatan tersebut. Untuk itu, saya hanya mampu memperlakukan puisi sebagai perempuan. Seringkali saya bilang pada diri saya, ”kau hanyalah penyair cinta dan sakit hati, dan sebaiknya kau tahu diri”. Pada akhirnya saya harus mengatakan bahwa kekuatan puisi hanya berlaku untuk perempuan.

Ketertarikan pada seorang perempuan membuat puisi sebagai monumen tiap momentum saya mengenai perempuan itu. Maka, segala sesuatu tentang perempuan itu menjadi idiom yang sering muncul dalam puisi-puisi saya. Semisal, mata berwarna anu, senyawa sunyi, persenyawaan, lensa minus enam dan sebagainya. 

Sebagai contoh puisi saya yang berjudul ”Matamu yang Berwarna Anu Berkaca-Kaca, Mungkin Karna Tak Berkaca Mata (Lagi)” banyak sekali kata mata muncul. Karena memang mata menjadi semacam hakekat untuk menyebut perempuan tersebut. Saat itu adalah pertama kalinya saya melihat perempuan itu tanpa kaca mata. 

Sampai saat ini saya hanya berharap puisi saya dapat menjadi monumen pribadi saya yang kelak mungkin bisa jadi hal romantis atau mungkin justru menjadi konyol ketika saya dan perempuan itu mulai mencapai kata tua. Tidak lebih.

6 Maret 2010
Esai ini ditulis untuk acara Kredo Kecil Penyair Kecil #11 (Hysteria Semarang)
----------------------------
Gusmel Riyadh
Mengelola blog kaumdarurat.com, bergiat di Kelompok Bandul Nusantara.

gambar dari sini

9 komentar:

mampir ijin nyemak ngasi beberapa page,biasane fast reading tapi ini tidak, ini menarik

dari blog kang ciwir, kesasar di gusmel..
izin menyimak dulu ya gan..
unik juga ya

izin menyimak dan baca2 ya gan
mampir balik juga ya

@rinu: terimakasih, saya jadi terharu.

@gus ikhwan: salam kenal om... segera serangan balik.. hehehe

@Dokter blogger: silakan, segera tunggu serangan balik....

wach dari blog guru olahraga kesasar kesini

izinkan mencopas doeloe gan

pada akhirnya juga saya berkata ini tidak adil.. :D

wis duwe pirang monumen ?

*) Puisi jadi monumen pribadi??? Kayane mandan nyentrik kiye. Lam knl Kang Gusmel Riyadh.(M41.STAR).***

mobile apps: silakan juragan..

Suryaden: tenang mas.. ini cuma soal puisi..

mahatma: banyak mas... saya simpan di hardisk.. heheh

maidiyanto: salam kenal juga mas...

Posting Komentar

TERIMAKASIH SUDAH MAMPIR DI BLOG INI. APA YANG ANDA PIKIRKAN SOAL TULISAN SAYA TADI?

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More